Sunday, October 09, 2005

sebuah rumah kayu --- ah, hanya fiksi

21 September 2004, dalam pagi tertutup selimut tebal,
ku hampiri kau dengan tulisan ajakan bersama.
Lalu kau terima, dan membalas dengan tulisan ‘iya, iya dan iya’
begitu yang kubaca setelah getar ponselku kurasa di dalam telapak tangan di depan dadaku
lalu berdua saling menopang kita menghayal tentang masa datang
sebuah Rumah Panggung dari Kayu menanti di depan untuk diisi
dan sebuah ayunan berdiri tegak terdiam di tengah halamannya yang luas, menunggu Ilalang menaikinya.
Dan sudah setahun kini
Tak lagi kudengar kisah tentang Rumah Panggung di Tepi Pantai itu di lingkaran cerita kita.
Ilalang tak lagi bermain ayunan di halaman khayal kita.
Meski aku yakin, ia masih di sana, Hanya tak lagi sering kita lihat.
Tapi, ah, jangan terlalu dipikirkan.
Mungkin terlalu fiksi untuk jadi nyata,
Meski rumah itu yakin bahwa ia benar-benar nyata

Ah, ya, sekarang kita makin dewasa.
Kita tinggalkan semua cerita kekanakan kita.
Itu buat kita semakin dewasa.
Walau yang kupahami, Dewasa itu tidak berbohong,
Dan tidak bersembunyi,
Bukannya tidak bercerita

Aku rindu berlayar ke kotaku, yang kotamu juga.
Mungkin masih harus menunggu
Karena kita hanya menunggu, Dan bertahan,
Seraya berdoa pada waktu,
Semoga ia berpihak esok hari.

Kembali ke rumah kayu,
Kuharap kita bisa bersama merawatnya,
Karena hujan, terik dan angin laut sudah mengoyak dinding dan atapnya.
Kenanglah, maka ia kan kembali seperti semula.
Cukup dengan sekali mengenang,
Hanya sekali...

***dalam banyak kerinduan, bukan padamu, tapi pada 'kita'***

No comments: